Lewat Media Sosial, Doktor ITS Mampu Memprediksi Jumlah Kasus DBD

    Lewat Media Sosial, Doktor ITS Mampu Memprediksi Jumlah Kasus DBD

    SURABAYA, - Demam Berdarah Dengue (DBD) di masa pandemi Covid-19 ini masih ikut mewabah di berbagai wilayah di Indonesia. Lewat penelitiannya tentang pembuatan sistem untuk menghitung kasus DBD di Indonesia, Dr Wiwik Anggraeni SSi MKom berhasil meraih gelar doktornya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Program Studi S3 Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Rabu (27/7/2022).

    Wiwik menjelaskan, disertasi ini dilatarbelakangi oleh kasus DBD pada beberapa wilayah di Indonesia tidak sesuai antara data di komputer dengan kondisi di lapangan. Hal ini disebabkan masyarakat cenderung untuk mencari informasi suatu gejala penyakit melalui internet. “Dari jejak digital ini yang dapat kami manfaatkan untuk memprediksi jumlah kasus DBD pada suatu wilayah, ” terangnya.

    Dalam disertasinya yang berjudul Representasi dari Media Sosial, Query Internet, dan Data Surveilans untuk Memprediksi Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue menggunakan Model WHAI, Wiwik menciptakan sebuah sistem pemodelan gabungan dari sistem Dekomposisi dan Bidirectional Long Short Term Memory (BiLSTM) yang disebut dengan sistem model WHAI. 

    Wiwik menyampaikan, penggabungan dua sistem tersebut dilakukan agar pemetaan dan prediksi jumlah kasus DBD lebih akurat dan aktual. Selain itu, sistem model WHAI bekerja dengan mengombinasikan beberapa variabel tertentu seperti jumlah aktivitas media sosial yang terkait dengan penyakit DBD, jumlah kasus DBD yang terdeteksi, jumlah curah hujan, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, dan temperatur cuaca.

    Dosen Departemen Sistem Informasi ITS ini melanjutkan, data akhir yang diolah dari variabel tersebut akan dibandingkan dengan data kasus jumlah DBD yang terlapor. Jika data yang didapat dari sistem model WHAI sama atau mendekati sama, maka sistem model WHAI berhasil untuk memprediksi jumlah kasus DBD tersebut. “Didapatkan daerah Kabupaten Malang dan Kota Surabaya menjadi daerah yang rawan DBD, ” ucap Wiwik. 

    Penelitian untuk disertasi tersebut berlokasi di Kabupaten Malang dan Kota Surabaya. Wiwik menuturkan, alasan pemilihan Kabupaten Malang sebagai tempat penelitian karena wilayah tersebut cukup luas dan ditambah kondisi geografis yang beragam. Sehingga mampu memberikan hasil data yang lebih variatif. “Sementara Surabaya dipilih sebagai salah satu tempat penelitian di kota besar, ” jelasnya.

    Wiwik menyampaikan, ide nama sistem model WHAI diambil dari akronim nama Wiwik Anggraeni dan tiga peneliti lain sekaligus promotor dalam sidang doktor ini yaitu Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo MEng, Dr Eko Mulyanto Yuniarti ST MT, dan Reza Fuad Rachmadi ST MT PhD. “Sebenarnya penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang sama berkaitan dengan DBD, ” ujar perempuan asal Madiun ini.  

    Dalam penerapannya, sistem model WHAI sudah mulai diterapkan di Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Wiwik berharap sistem model WHAI tersebut dapat digunakan tidak hanya untuk DBD, namun untuk antisipasi wabah lainnya. “Saya berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk membantu kesehatan pada masyarakat, ” tutur Wiwik. (HUMAS ITS)

    Reporter : Regy Zaid Zakaria

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    BUMN Gandeng ITS untuk Kembangkan Teknologi...

    Artikel Berikutnya

    Kabupaten Gresik Raih Dua Penghargaan Tingkat...

    Berita terkait