Pakar Komunikasi Unair : Perilaku Cancel Culture Berpotensi Jadi Pola Kebiasaan Bermedia Sosial

    Pakar Komunikasi Unair : Perilaku Cancel Culture Berpotensi Jadi Pola Kebiasaan Bermedia Sosial
    Pakar komunikasi asal Universitas Airlangga, Nisa Kurnia Illahiati SIKom, MMedKom. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

    SURABAYA - Istilah cancel culture baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial. Bentuk ketidaksukaan ini umumnya diutarakan demi menghilangkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Namun semakin kesini, cancel culture tidak hanya digunakan untuk menghilangkan perilaku yang melawan norma, namun juga sebagai pelampiasan netizen dalam bermedia sosial.

    Pakar komunikasi asal Universitas Airlangga, Nisa Kurnia Illahiati SIKom, MMedKom, Kamis (17/2/2022) berpendapat bahwa perilaku ini dapat menjadi pola perilaku pada pengguna media sosial di Indonesia.

    “Netizen memiliki kecenderungan untuk terburu-buru mengakses kekuasaan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak, tanpa terlebih dahulu mengecek kebenarannya seperti apa. Saya lihat makin kesini menjadi salah satu behavioral pattern dari netizen Indonesia, ” terangnya.

    Dari sudut pandang komunikasi, hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya literasi disertai oleh nafsu ingin menghakimi oleh warganet. “Lack of literacy, akhirnya menyebabkan seseorang menutup diri dari realitas yang sebenarnya bisa dicari, dan langsung menghakimi seseorang, ” paparnya.

    Standar ganda terhadap diri sendiri, juga disebutkan Nisa sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi budaya ini. “Perilaku yang ditunjukan public figure, bila dilakukan oleh netizen akan menimbulkan perlakuan yang berbeda. Misalnya dia tidak boleh, dan saya boleh, ” jelas dosen bidang keahlian Studi Media tersebut.

    Ia melanjutkan, media sosial kerap digunakan sebagai media escapism yaitu pelarian dari dunia nyata yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Sehingga, dapat dipahami bila banyak orang menuangkan komentar kebencian di media sosial.

    “Meski dapat dipahami, namun hate comment merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Karena saat kita melakukan cancel pada seseorang, ada perspektif dimana kita tidak memikirkan dampak yang mungkin terjadi pada orang tersebut, ” katanya.

    Mengingat dampak yang ditimbulkan, Nisa menyarankan warganet untuk tetap bijak dalam menggunakan media sosial. “Sebelum kita melakukan cancel pada seseorang, kita harus mengonfirmasi dan memberikan hak jawab pada orang tersebut. Sebagai netizen, kita mungkin tidak memiliki hak untuk cancel dia, karena tidak benar-benar tahu apa yang terjadi, ” sebutnya.(*)

    Penulis : Stefanny Elly

    Editor : Khefti Al Mawalia

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Guru Besar Baru, Prof Rustinsyah Soroti...

    Artikel Berikutnya

    KAI Daop VII Madiun Bersama Komunitas Rail...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Sektor Jasa Keuangan di Wilayah Kerja Kantor OJK Kediri Terjaga dan Stabil
    8 Tahun Berjuang Cari Keadilan, Soegiharto Santoso Surati Ketua MA
    Pertahankan Prestasi, Rutan Magetan Kembali Raih Predikat Unit Kerja Pelayanan Publik Berbasis HAM (P2HAM) Tahun 2024
    Perhutani Gandeng CDK Banyuwangi Koorsinasi Mitigasi Bencana dengan PT Medco
    KPH Banyuwangi Barat Dukung Pemkab Banyuwangi Dalam Mitigasi Banjir

    Ikuti Kami