Soal CFW dan HKI, Gubes UNAIR: Perlindungan demi Perkembangan Industri Kreatif

    Soal CFW dan HKI, Gubes UNAIR: Perlindungan demi Perkembangan Industri Kreatif

    SURABAYA, - Pengajuan pendaftaran merek Citayam Fashion Week (CFW) tengah menjadi buah bibir di masyarakat beberapa waktu lalu. Pasalnya, permohonan ini diajukan oleh pihak-pihak bukan pencetus yang terkesan mencuri ide dari CFW itu sendiri.

    Guru besar bidang hak kekayaan intelektual (HKI) asal Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Mas Rahmah SH MH LLM berpendapat bahwa HKI sebenarnya diciptakan untuk melindungi hasil kreasi intelektual manusia.

    “Selain sebagai penghargaan dalam menciptakan sebuah karya, HKI juga memiliki aspek perlindungan dari kemungkinan peniruan atau pemakaian pihak lain yang tidak berhak, ” jelasnya pada Jumat (5/8/2022).

    Karena memberi jaminan perlindungan hukum atas hasil kreativitas manusia, maka HKI turut berperan penting dalam mengembangkan sektor industri kreatif.

    Menurut Prof Rahmah, hak cipta merupakan hak yang otomatis dimiliki oleh pencipta tanpa memerlukan adanya proses formalitas atau pendaftaran karena bersifat automatic protection. Begitu ciptaan itu diwujudkan, hak cipta atas ciptaan tersebut lahir. Sedangkan, HKI selain hak cipta dan rahasia dDagang, harus didaftarkan melalui prosedur dengan persyaratan pendaftaran yang telah ditetapkan perundang-undangan HKI.

    “Untuk CFW dapat didaftarkan sebagai merek dengan mengajukan permohonan pendaftaran ke DJKI dan mengikuti prosedur yang berlaku serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan, ” jelas Prof Rahmah.

    Sistem First to File dan Iktikad Baik

    Menganut sistem first to file, maka, pendaftar pertama akan diberi prioritas untuk mendapatkan Hak Eksklusif Merek. Meskipun demikian, Ketua Pusat Studi Kekayaan Intelektual (PKKI) FH UNAIR tersebut menyebutkan, first to file harus dilandasi iktikad baik oleh pendaftar merek.

    Terhadap pendaftaran merek yang diajukan dengan iktikad tidak baik atau tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek), masyarakat atau pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan oposisi pada saat pendaftaran merek di tahap pengumuman di Berita Resmi Merek.

    Keberatan atas Pendaftaran Merek

    Keberatan ini menjadi dasar pemeriksaan substantif untuk mengabulkan atau menolak pendaftaran merek. Namun, apabila pendaftaran dikabulkan dan sudah terlanjur mengeluarkan sertifikat merek, maka pihak yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga.

    “Permohonan pendaftaran merek dapat ditolak karena alasan diajukan dengan iktikad tidak baik atau memiliki persamaan dengan merek lain baik persamaan pada pokoknya maupun persamaan secara keseluruhan. Suatu merek juga tidak dapat didaftar apabila merupakan nama/lambang milik umum, atau merek tersebut bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, ” jelasnya. (*)

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Maksimalkan Pemahaman Mahasiswa, ITS Adakan...

    Artikel Berikutnya

    Langkah Strategis Dalam Mengembangkan Kampus...

    Berita terkait